ISLAM LOVERZ -- Selain menjadi dosen di Universitas Borobudur dan berdakwah, Arifin mempunyai kesibukan lain. Di tempat tinggalnya di Perumahan Mampang Indah II Depok, ustad muda yang masih lajang ini mempunyai hobi yang unik: memelihara beberapa jenis satwa, termasuk di antaranya burung hantu, iguana, monyet, dan ular. Suatu hari, menjelang magrib tahun 1997, ia berhasil menangkap seekor ular kobra sepanjang satu meter lebih di semak-semak. Menurutnya, ular berkepala segi tiga dan di atasnya ada warna merahnya itu warnanya sangat indah. Ternyata, ular itu tidak hanya memukau, tetapi juga nyaris merenggut nyawa Arifin.
Bagaimana Arifin bisa lolos dari maut? Dan bagaimana kisah
cintanya serta awalnya ia mengajak ribuan umat untuk berzikir?
Nyaris Meninggal
Ular tangkapan Arifin itu diberi makan oleh Sulaeman, salah
seorang jemaahnya. Pagi itu Arifin kedatangan tamu, Cut Tursina, ibu angkatnya,
seorang dokter gigi, yang minta tolong diantar ke Parung untuk mencari pohon
hias. Usai shalat dhuha (shalat sunah pagi hari), Arifin langsung naik ke mobil.
Entah kenapa, mendadak ia turun lagi untuk melihat ularnya.
Saat naik ke mobil lagi ia memberi tahu Cut bahwa tangan kanannya
digigit ular. Cut mengajaknya ke dokter, tapi Arifin menolak karena merasa
tidak ada gejala sakit apa-apa di tubuhnya. Ia bahkan yang mengemudikan
mobilnya. Mereka bertiga pun berangkat sekitar pukul 10 pagi dan rencananya
mereka akan mampir ke warung untuk makan, sebelum mencari pohon hias. Tapi,
sekitar 200 meter menjelang warung makan langganan mereka di Parung, Arifin
tiba-tiba mengeluh pandangan matanya mulai kabur dan mulai sulit bernapas. Ia
meminta kepada Cut untuk menggantikannya mengemudi.
Cut yakin bisa ular itu sudah bereaksi sehingga ia harus bertindak
cepat untuk melarikannya ke rumah sakit. Setelah keliling ke berbagai rumah
sakit di Bogor dan Parung, Arifin segera dibawa ke RS Bakti Yudha di Depok.
Kondisi tubuh Arifin benar-benar makin buruk saat tiba di rumah sakit itu
sekitar pukul 12 siang. Cut dan Sulaeman bahkan sudah sempat menalkin (menuntun
zikir bagi mereka yang akan meninggal) Arifin.
Beberapa menit sebelum akhirnya tak sadarkan diri, Arifin pun
berdoa, “Ya, Allah... kalau hamba tidak lagi bermanfaat hidup di dunia,
segeralah hamba Kau panggil ke haribaan-Mu. Tapi, kalau hidup hamba akan
bermanfaat dunia-akhirat, maka berilah kesempatan pada hamba untuk hidup.”
Setelah memeriksa dan menyuntik Arifin dengan SABU (Serum Anti Bisa Ular), dokter menganjurkan agar Arifin segera dibawa ke sebuah rumah sakit
negeri yang sangat besar di Jakarta Pusat. Tapi malang, sampai sore hari berada
di ruang gawat darurat, tubuh Arifin yang mulai menghitam itu tak segera
disentuh oleh petugas medis.
Cut pun langsung memindahkannya ke RS Sint Carolus. Di rumah sakit
inilah Arifin mendapat pertolongan yang intensif. Selain memiliki peralatan
yang lengkap, pelayanannya cukup bagus. Saat itu juga Arifin dimasukkan ke
ruang ICU, dan tubuhnya langsung dipasang alat bantu pernapasan, infus, alat
pacu jantung, dan sebagainya.
Arifin ditangani oleh dr. Memet Nataprawira, dokter ahli bedah
pencernaan yang juga ahli dalam menangani pasien yang digigit ular berbisa.
Menurut dokter spesialis lulusan UI tahun 1977 itu, saat Arifin datang
kondisinya sudah sangat buruk. Seperti umumnya pasien korban gigitan ular kobra
atau ular laut, pernapasan Arifin pun jadi terhenti karena yang diracuni adalah
sarafnya. “Kalau tak segera ditolong dengan pernapasan buatan, pernapasan
korban bisa langsung terhenti. Artinya, pasien akan mati,” katanya.
Melihat keadaan pasiennya itu, ia sangat pesimistis Arifin akan
bisa tertolong. “Selain kondisi pasien sangat buruk, persediaan SABU di rumah
sakit maupun di seluruh apotek di Jakarta tidak ada. Dari kacamata medis, saya
pesimistis pasien akan bisa tertolong! Hanya karena Tuhan-lah pasien ini
akhirnya bisa tertolong,” jelas dokter Memet.
Ilham Marzuki, ayah Arifin, yang datang di hari kedua bersama
istrinya setelah ditelepon Cut, hanya bisa pasrah ketika dipesan dr. Memet
untuk bersabar dan banyak berdoa. “Keadaan putra Bapak sudah sangat parah, 99%
sudah tidak ada harapan,” kata dr. Memet dengan
sangat hati-hati. “Bapak
sebaiknya banyak berdoa dan kita serahkan jalan yang terbaik pada Allah. Hanya
mukjizat Allah-lah yang mampu menolong putra Bapak!”
Nurhayati, ibunda Arifin, terus-menerus menangis sejak diberi tahu
bahwa anaknya masuk rumah sakit karena digigit ular. Ia bahkan nyaris pingsan
ketika melihat anak kesayangannya itu tak sadarkan diri. Belahan jiwa yang kini
menjadi kebanggaan keluarga itu, kini tengah menunggu malaikat maut. Tak ada
tanda-tanda kehidupan sama sekali, kecuali denyut jantung yang dibantu dengan
alat pacu jantung, dan tarikan napas yang dibantu dengan alat bantu pernapasan.
Esoknya, saat memeriksa Arifin, dr. Memet melihat kaki pasiennya
itu bergerak-gerak. “Alhamdulillah... putra Bapak masih ada harapan untuk
hidup. Kakinya sudah mulai bergerak-gerak,” katanya kepada Ilham.
Ditambahkannya, kalau seorang pasien yang masih koma itu tiba-tiba
menggerakkan kakinya, maka harapan hidup pasien itu cukup tinggi. “Fisik pasien
ini memang sangat prima. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa otak,
jantung, ginjal, maupun paru-parunya bagus tidak terkena racun bisa, sehingga
akhirnya lolos dari maut,” tutur dr. Memet.
Zikirnya Mudah dipahami
Zikirnya Mudah dipahami
Arifin bersyukur kesehatannya secara bertahap pulih kembali,
setelah 21 hari mengalami koma. Setelah sebulan menunggui Arifin di rumah
sakit, ayahnya pun kembali ke Kalimantan, sementara ibunya menemaninya di
rumahnya di Depok. Perlahan-lahan lumpuh pada kaki dan tangannya mulai sirna, dan
belakangan tinggal matanya yang silau setiap kali melihat cahaya. Tapi, tak
lama kemudian keadaan matanya berangsur membaik. Ia juga sudah mulai aktif
kembali ke Masjid Al-Amru Bit-Taqwa, masjid yang didirikan olehnya bersama
tetangganya di Perumahan Mampang Indah II, Depok. Selain berceramah, ia mulai
lagi memperbanyak zikir berjamaah (zikir bersama-sama).
Budi Noor dan Abdul Syukur, orang dekat Arifin, mengemukakan bahwa
zikir berjemaah itu sudah dilakukan jauh sebelum Arifin mengalami koma akibat
digigit ular. “Saya rasa keliru kalau menganggap Ustad Arifin berzikir setelah
digigit ular kobra dan lolos dari maut. Jauh sebelum itu Ustad Arifin sudah
sering kali memimpin jemaah zikir!” tandas keduanya.
Arifin juga mengelak anggapan beberapa media bahwa ia berzikir
sebagai ungkapan rasa syukur karena telah lolos dari maut. “Arifin berzikir
karena ingin mencintai Allah secara lebih total! Arifin prihatin melihat
kenyataan umat Islam yang saat ini sedang terpuruk, dizalimi, difitnah, dan
ditindas. Anehnya, umat Islam yang di Indonesia katanya mayoritas ini, ternyata
tak berdaya sama sekali untuk melawannya. Ia sedih, para koruptor besar bebas
dari hukuman, sementara orang yang belum tentu bersalah sudah menerima hukuman
berat,” lanjutnya lagi.
Arifin kemudian menceritakan bahwa saat ia memperkenalkan zikir
berjemaah itu di masjidnya sekitar tahun 1997, jumlah jemaahnya hanya dua-tiga
orang saja. Tapi, ia terus berusaha meyakinkan para jemaahnya bahwa zikir
berjemaah itu sangat besar faedahnya.
Dalam sebuah hadis dikatakan, “Sesungguhnya kelompok yang berzikir
kepada Allah memperoleh empat perkara. Yaitu, turunnya ketenteraman pada
mereka, rahmat akan menaungi mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka,
dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di
dekat-Nya.”
Arifin menyadari, untuk mengajak ke jalan kebaikan itu tidaklah
mudah. Setelah bertahun-tahun berzikir di masjid dengan dua-tiga jemaah,
belakangan mulai bertambah menjadi satu saf (sebaris shalat, sekitar 15 orang),
dua saf, dan akhirnya masjid pun dipenuhi jemaah zikir. Setelah Arifin berulang
kali tampil berzikir di layar tv, belakangan jumlah jemaah yang datang pun
makin tak tertampung lagi di masjidnya. Apa boleh buat, ia pun terpaksa
memasang tenda dan tikar di depan dan belakang rumahnya menuju ke masjid.
Majelis zikir yang diselenggarakan setiap awal bulan itu didatangi puluhan ribu
jemaah.
Kenapa zikir Arifin saat ini terasa begitu memikat? Syaefullah,
mahasiswa program pascasarjana UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah,
menilai, kelebihan zikir yang dibawakan Ustad Arifin itu adalah sangat
sederhana dan mudah dipahami semua orang.
Menurutnya, ada lima sebab utama kenapa zikir Arifin segera
menasional.
Pertama, zikir beliau ini lepas, tidak terikat dengan pakem dan
tarekat tertentu, sehingga setiap orang bisa mengikuti tanpa harus dibaeat
(diambil sumpah).
Kedua, cara berzikirnya mudah diikuti oleh orang awam sekalipun,
karena setiap kali selalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Ketiga, zikirnya itu bukan sekadar zikir, tapi ada muhasabahnya,
yaitu usaha mengoreksi diri sendiri, sehingga setiap orang bisa langsung
tersentuh.
Keempat, zikirnya ini bukan sekadar zikir lisan, tapi sampai ke
hati, sehingga semua orang bisa menangis karenanya.
Kelima, zikirnya itu bisa
diikuti oleh semua orang dari semua golongan,” paparnya.
Arifin mengaku sudah beberapa kali mengalami kejadian yang nyaris
merenggut nyawanya. Selain pernah nyaris mati tenggelam di sungai sewaktu
kanak-kanak, kemudian digigit ular berbisa, Arifin juga nyaris mati saat
melintasi rel kereta api di Citayam, Bogor, tahun 1996. Karena di perlintasan
itu tidak ada pintunya, maka ia pun langsung saja melintasi rel itu. “Begitu
masuk ternyata ada kereta lewat, sehingga pantat mobilnya tinggal beberapa
sentimeter saja dengan badan kereta itu. Semua orang di jalan itu berteriak
bahagia karena Arifin lolos dari maut,” kenangnya.
“Setahun berikutnya, Arifin juga nyaris mati ketika hampir
tubrukan dengan truk. Jaraknya juga tinggal beberapa sentimeter saja,”
lanjutnya.
Budi Noor, yang juga tetangga Arifin, menyaksikan keajaiban lain.
Suatu hari, usai shalat maghrib, ia melihat seberkas sinar di atas rumah ustad
muda itu. Semula ia tidak percaya dengan pandangan matanya, kalau-kalau hanya
sebuah halusinasi atau mimpi. Tapi, setelah beberapa kali ia mengusap matanya,
ia yakin akan apa yang dilihatnya. Selama beberapa saat sinar itu tetap berada
di situ sampai akhirnya berputar membentuk kerucut dan menghilang ke arah
langit. Anehnya, hanya dia sendiri yang menyaksikan peristiwa itu. Karena, saat
ia tanyakan kepada para tetangganya yang lain, mereka mengaku tidak menyaksikan
sinar apa pun di atas rumah Arifin.
Syaefullah yang kini menjadi asisten Ustad Arifin juga merasakan
sesuatu keanehan lain. “Bau keringatnya lain, tidak seperti manusia biasa,”
ujarnya. “Saya merasakannya sendiri, baunya wangi. Saya yakin itu bukan bau
minyak wangi, karena saya juga tahu bau minyak wangi.”
“Ia tidak hanya wangi, tapi juga smart dan tampan!” sambung Dr. H.M.
Bhakty Kasry, Presiden Direktur PT Pandu Logistik, perusahaan jasa pengiriman.
“Ia memiliki mata hati yang dalam dan mempunyai karisma yang tinggi. Nilai plus
yang paling utama, ia mendapatkan hidayah dari Allah! Kalau tidak mendapatkan
hidayah-Nya, mana mungkin jemaah pengajian dan zikirnya makin hari makin
bertambah.
Puluhan ribu jemaah mendatangi pengajian yang diselenggarakan
setiap awal bulan di masjidnya. Sebagai ustad muda, ia mampu menjalankan
syariat agama dengan baik dan dengan konsentrasi tinggi. Dalam berbicara ia
santun dan terbimbing. Ia mempunyai wawasan luas dan ilmu pengetahuan agamanya
pun cukup, karena ia dibesarkan di pesantren. Ia memiliki visi yang jauh dan
bisa bergaul dengan yang tua maupun yang muda. Sebelum menganjurkan kepada jemaah,
jauh-jauh hari ia sudah melakukannya sendiri,” tambahnya.
Mengenal Arifin sekitar tiga tahun yang lalu, Bhakty merasa
hubungannya jadi sangat dekat. Di antara mereka tidak hanya saling mengenal,
tapi sudah seperti keluarga. “Kami sering silaturahmi, jalan bareng, dan
berbagi rasa, seperti layaknya kakak dengan adik,” tambah pria pujakusuma
(putra Jawa kelahiran Sumatra) ini. Ia mengakui, warna kehidupannya saat ini
banyak dipengaruhi oleh Arifin.
Saat ini, selain secara intensif menjalankan tujuh sunah Rasul
sesuai yang diajarkan Arifin, alumnus Institut Ilmu Keuangan ini juga
mempercayakan Arifin untuk duduk sebagai komisaris di perusahaannya. Di pihak
lain, Arifin mengakui peran Bhakty sangat besar dalam membantu aktivitas
Majelis Zikir yang dipimpinnya. “Kami dan teman-teman di sini, Pak Bhakty yang
menggaji. Bahkan, rumah dan kendaraan yang Arifin pakai adalah pemberiannya,”
tuturnya jujur.
Abdul Syukur mengemukakan bahwa apa yang dijanjikan Allah itu
memang terbukti dengan melihat keseharian ustad muda yang dikaguminya itu.
“Seperti janji Allah, makin banyak kita memberikan infak dan sedekah, hidup
kita makin berkah. Itu memang saya saksikan langsung pada kehidupan Ustad
Arifin!” tandasnya. “Tangan kanannya, masya Allah... penuh hikmah, enteng sekali
untuk beramal.
Bagi Ustad Arifin, tiada hari tanpa bersedekah karena dia sangat
tanggap terhadap penderitaan orang lain. Kalau ada tetangga, teman, atau siapa
saja yang ditimpa musibah, anaknya masuk sekolah tidak punya uang, atau
kesulitan lain, tanpa diminta beliau pasti langsung membantu!”
Bertemu Jodoh
Kalau memang jodoh, tidak akan ke mana-mana! Begitu petuah orang
tua. Kisah itulah yang terjadi pada pasangan Arifin dengan Wahyuniati Al-Waly,
putri ketiga dari enam bersaudara dari mantan anggota DPR, Drs. Teuku Djamaris.
Arifin pertama kali bertemu Yuni saat usai berceramah di kediaman keluarga H.
Yusuf di Depok, bulan September 1997.
Saat itu Arifin tengah duduk menunggu antrean makan, begitu juga
Yuni. Jarak di antara mereka sekitar tiga-empat meter. Tiba-tiba di antara
keduanya saling beradu pandang dan keduanya pun saling tersenyum. Hanya
beberapa detik saja adu pandang itu berlangsung dan setelah itu mereka pun
pulang. Setelah itu, mereka pun tidak pernah saling bertemu, apalagi saling
berbicara.
Malam itu Yuni tidak pulang ke rumah orang tuanya di Kompleks DPR
di Kalibata, karena ia memang berniat menginap di rumah sahabatnya, Fitrah, di
Depok. Semula ia tidak berniat mengikuti pengajian itu, karena niatnya memang
hanya ingin kangen-kangenan ke rumah sahabatnya yang sama-sama dari Padang itu.
Karena itu, ia pun pergi ke pengajian dengan pakaian seadanya, yaitu celana
jins, baju berwarna biru, dan kerudung putih. Tapi, ia tidak merasa rugi
mendatangi pengajian itu. “Ustadnya masih muda, cakep, dan materi ceramahnya
pun lumayan menarik,” kenangnya.
Meski yakin matanya tidak salah saat melihat kecantikan gadis itu,
Arifin tidak mau mengumbar perasaannya. Ia tak berusaha mencari tahu siapa dan
dari mana gadis itu. Ia biarkan kehidupannya mengalir sesuai kehendak-Nya.
Sebagai makhluk yang berusaha menyerahkan seluruh kehidupannya hanya untuk
Allah, dalam urusan jodoh pun ia pasrahkan seutuhnya kepada Sang Maha Kuasa.
Setiap malam dia bangun kemudian shalat tahajud dan berserah diri kepada-Nya.
Sejak masih kuliah di Universitas Nasional, kemudian lulus kuliah,
dan selanjutnya menjadi dosen di Universitas Borobudur, sudah beberapa kali ia
berteman dengan wanita. Tapi, sejauh itu selalu saja gagal sampai ke pelaminan.
Hari-hari pun berjalan, ternyata Tuhan belum pula menunjukkan
tanda-tanda akan hadirnya seorang pujaan hati. Suatu hari, ada salah seorang
temannya, Hasan Sandi, yang menawarinya berkenalan dengan seorang gadis.
Katanya, “Ustad Arifin... mau tidak kalau saya kenalkan dengan seorang gadis.
Dia seorang putri ulama.”
“Mau, anaknya tinggal di mana?” Arifin balik bertanya.
“Di Kalibata. Tapi, lebih baik kita ketemu di tempat lain saja,
deh.”
Suatu hari di bulan Februari 1998 Hasan menghubungi Arifin lagi.
Ia mengundang Arifin untuk memberikan ceramah dalam acara syukuran menempati
rumah baru. “Nanti saya kenalkan sekalian dengan gadis itu,” kata Hasan. Saat
memasuki rumah itu, Arifin kaget ketika melihat salah satu foto yang terpampang
di kamar tamu, yang rupanya pernah dia kenal. “Ini, lho, foto gadis itu,” kata
Hasan sambil menunjuk foto itu.
Bertepatan dengan tangan Hasan menunjuk foto gadis itu, seperti
disihir, gadis itu keluar bersama kedua orang tuanya. Hanya beberapa detik,
karena setelah itu gadis yang mengenakan celana biru, baju biru, dan kerudung
putih itu langsung masuk ke dalam lagi. Saat itu Arifin baru ingat bahwa ia
pernah bertemu dengan gadis itu sekitar enam bulan yang lalu, saat ia
berceramah di Depok.
Kali ini Arifin benar-benar jatuh cinta. Sejak kedua kalinya
bertemu gadis itu, ada perasaan yang aneh di hatinya. Bayang-bayang gadis
kerudung putih itu terus mengusik kesendiriannya. Tapi, berbeda dengan
kebanyakan muda-mudi lain, ia menyampaikan perasaan hatinya kepada Sang Maha
Pencipta. Setiap kali bangun malam, ia langsung bersujud dan bersimpuh di
hadapan-Nya. Sambil berdoa ia menangis dan memohon petunjuk agar diberikan
pendamping hidup yang terbaik untuknya.
Selama ini, ia memang selalu memanfaatkan sepertiga malam yang
terakhir untuk-Nya. Hanya, kini kualitas dan kuantitas penghambaannya kepada
Allah itu kian ditingkatkan. Setiap malam ia shalat malam delapan rakaat
ditambah witir tiga rakaat. Memasuki hari kesebelas, ia tiba-tiba mengalami
kelelahan yang luar biasa hingga ia pun tertidur. Di tengah kelelapan tidurnya,
ia bermimpi seolah menjalankan ibadah umroh bersama gadis itu tepat tanggal 1
Muharam.
Arifin percaya, mimpinya kali ini bukan sekadar kembang tidur.
“Ini adalah petunjuk Allah yang Arifin terjemahkan untuk menikah tanggal 1
Muharam,” tegasnya. Pagi-pagi, usai shalat subuh, ia langsung menelepon gadis
itu. “Aku Muhammad Arifin Ilham,” katanya memulai pembicaraan. “Aku ingin
mengatakan sesuatu kepada kamu.
Pertama, aku ingin menikah dengan kamu tanggal 1 Muharam.
Kedua, niatku ini karena Allah.
Ketiga, karena sunah Rasul.
Keempat, aku ingin terbang ke langit. Cuma sayang, sayapku cuma
satu. Bagaimana kalau salah satu sayap itu adalah kamu?
Kelima, aku butuhkan jawabanmu besok pukul 5 pagi.”
Gadis itu terduduk lunglai. Berbagai perasaan menyelimuti
kalbunya. Di satu sisi ia merasa tersanjung dan bahagia, tapi di sisi lain ia
juga merasa sedih dan khawatir. Bagaimanapun, ia belum mengenal lelaki itu,
walaupun ia seorang ustad. Sebagai gadis, selama ini ia belum pernah pacaran
atau pergi berduaan dengan lelaki. Selain tidak suka pergi-pergi iseng,
pendidikan ayahnya pun sangat ketat. Sudah beberapa kali ia dilamar, tapi
selalu ditolak oleh kedua orang tuanya. Karena itu, awalnya ia gamang saat
ingin menyampaikan lamaran Arifin itu.
Apa boleh buat, lamaran ‘mengagetkan’ dari ustad muda itu harus
segera dia sampaikan kepada kedua orang tuanya, karena esok subuh sudah
ditunggu jawabannya. Untunglah kedua orang tuanya menyetujuinya. Saat esok
harinya, pukul 5 pagi, Arifin telepon dan yang menerima Yuni sendiri, ia yakin
lamarannya bakal diterima.
Satu bulan kemudian, tepat tanggal 1 Muharam (28 April 1998),
Arifin dan Yuni menikah di Masjid Baiturrahman di Kompleks DPR Kalibata. Dua
sejoli ini ternyata banyak kesamaannya. Antara lain, Arifin maupun Yuni adalah
alumni Pesantren Darunnajah dan Universitas Nasional. Hanya tenggang waktu
mereka yang berbeda. Kedua kakek mereka sama-sama memiliki pesantren, yang
namanya juga sama, Darussalam.
Kini, pasangan ini dikaruniai dua putra, Muhammad Alvin Faiz (4
Februari 1999) dan Muhammad Amer Adzikro (21 Desember 2000). Saat ini pasangan
muda yang berbahagia ini tengah menantikan bayinya yang ketiga, yang diharapkan
lahir pada bulan Oktober ini. “Saya sangat bahagia, doa saya dikabulkan oleh
Allah,” tutur Yuni yang sehari-hari dipanggil ‘Sayang’ oleh suaminya.
Diceritakannya, sejak sekolah SMP sampai kemudian mengakhiri masa
gadisnya, setiap kali usai shalat wajib ia selalu berdoa. Tanpa ada yang
menyuruh dan tak ada yang mengajarinya, Yuni selalu memohon kepada Tuhan agar
mendapatkan jodoh pria dengan 10 kriteria. Antara lain, pria yang saleh,
beriman, ganteng, berkecukupan, terkenal, berakhlak mulia, disayang semua umat,
bertanggung jawab, dan pintar. Katanya, “Alhamdulillah... semua yang saya mohon
itu ternyata ada pada diri Kak Arifin!”
------------------------------------------------------------------------------
Gabung di Facebook K.H Ustad Muhammad Arifin Ilham
Gabung di Twitter
K.H Ustad Muhammad Arifin Ilham
Website : http://azzikra.com/
------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Femina Online – Mualaf.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !