Perkara
paling sukar dari menjalankan ketaatan bukan terletak pada pelaksanaan
ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, sedekah sampai haji bahkan umrah.
Namun, sulitnya taat terletak pada menjaga iman dan taatnya sampai datang
kematian. Karena sejatinya taat itu adalah proses berkepanjangan tanpa jeda.
Tiliklah
kisah Bal’am bin Baura yang hidup pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Hidup
dengan iman pada awalnya, namun mati secara tragis menjadi murtad pada akhir
hayatnya. Naudzubillah.
Dan
lihatlah kisah Arrajal yang hidup beriman pada awalnya bersama nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, namun
mati dalam kemurtadan karena mengikuti nabi palsu Musailamah Al-Kadzab.
Semoga
Allah mematri iman kita dalam hati. Kita berlindung kepada Allah agar jangan
sampai seperti Abdullah bin Abdurrahim yang mati naas dalam murtadnya karena
cinta butanya kepada seorang wanita Nashrani. Padahal amatlah disayang,
Abdullah bin Abdirrahim adalah seorang penghafal Qur’an dan seorang mujahid.
Beberapa contoh
di atas seolah-olah menegaskan kepada kita bahwa tiada satu pun yang dapat
menjamin akan seperti apa iman kita kelak saat maut menjemput. Tidak ada yang
bisa memastikan kuatnya iman kita saat ini akan sama keadaannya saat ruh kita
kembali ke Penciptanya.
Barangkali
itulah kenapa, dalam penghambaan kita kepada Dzat Yang Maha Suci, kita
senantiasa diperintahkan untuk istiqomah. Ya, istiqomah dalam dzikir, do’a,
ibadah, bermunajat, mengkaji Al-Qur’an, menghafal dan mengamalkannya, bermajlis
ilmu, berkumpul dengan orang shalih dan lainnya. Usaha demikian ini Insya
Allah iman dan taqwa
dalam hati selalu terpatri sampai mati. Itulah yang Allah perintahkan, “Dan sembahlah Rabbmu sampai datangnya
kematian.” (Q.S
Al-Hijr:99).
. . . tiada satu pun yang dapat menjamin
akan seperti apa iman kita kelak saat maut menjemput. . .
Ibadah yang
kita kita tegakkan, dzikir yang selalu kita lantunkan, sedekah yang kita
keluarkan; semua itu tidak dilakukan kecuali hanya sampai habis jatah hidup
kita di dunia ini. Alangkah bahagianya apabila yang menjadi penutup hayat kita
adalah suatu amalan yang terpuji, karena “Sesungguhnya
amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Bukhari dan
selainnya).
Baik
buruknya hidup kita tergantung pada amalan terakhir kita. Hendaknya kita
konsisten menjaga iman yang selalu mengakar kuat dalam sanubari supaya kita pun
mati dalam keadaan yang Allah ridhai, “ … dan
janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri).”
(Q.S Ali ‘Imran: 102)
“Ya
Rabb kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).”
Sungguh,
tiada hal yang indah kecuali Allah menetapkan hati kita untuk taat pada agama
mulia ini.
Wahai
Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.” Ya Allah yang
mengarahkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim).
Sumber : VOA-ISLAM
Baca Juga :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !